Penyandang Disabilitas Gagal Jadi PNS di Sumbar

Penyandang Disabilitas Gagal Jadi PNS di Sumbar, Alde Maulana Berharap Pulihkan Status CPNS-nya

Alde Maulana, seorang calon pegawai negeri sipil (CPNS) disabilitas asal Sumatera Barat (Sumbar) punya impian menjadi seorang abdi negara.

Penyandang Disabilitas Gagal Jadi PNS di Sumbar, Alde Maulana Berharap Pulihkan Status CPNS-nya
Alde Maulana saat hearing dengan DPRD Sumbar, Kamis (16/7/2020). 

Rizka Desri Yusfita

Alde Maulana, seorang calon pegawai negeri sipil (CPNS) disabilitas asal Sumatera Barat (Sumbar) punya impian menjadi seorang abdi negara.
Alde mendaftar CPNS di akhir 2018 melalui jalur penyandang disabilitas, namun impiannya pupus karena menerima surat keputusan pemberhentian secara resmi pada Maret 2020.
Alde mengaku digagalkan dengan alasan tidak sehat jasmani dan rohani, padahal ia masuk sudah melalui jalur disabilitas.

"Saya merasa heran, hasil medical check up dinyatakan cukup sehat. Namun dalam SK pemberhentian dari PNS, berubah dari cukup sehat menjadi tidak sehat," terang Alde Maulana saat hearing dengan DPRD Sumbar, Kamis (16/7/2020).
Cukup sehat dan tidak sehat tersebut, menurut Alde, berbeda dan tidak masuk akal.
Ia merasa tidak adil bila hasil cek kesehatan yang menyatakan tidak sehat jasmani dan rohani membuat dirinya gagal menjadi ASN.
Ia sangat berharap haknya dipulihkan dan diangkat sebagai ASN.

"Saya berharap Pemerintah Provinsi dan DPRD Sumbar membantu agar status CPNS saya di BPK dipulihkan kembali," harap Alde Maulana.
Alde akan memperjuangkan haknya sebagai ASN tersebut karena ia punya tanggungan seorang istri yang harus dinafkahi.
Saat ini, ia meminta advokasi dari LBH Padang. Ia juga telah menyurati Ombudsman dan Komnas HAM serta berharap dukungan penuh kepada Pemprov dan DPRD Sumbar.
"Saya harap ada secercah harapan memulihkan status CPNS saya," ucap Alde Maulana.

Wakil Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan, pihaknya fokus pada upaya mitigasi di luar persidangan.
Yakni bagaimana memulihkan hak Alde tanpa ada proses hukum di pengadilan.
Sampai saat ini masih dalam tahap lobi, baik dari Ombudsman maupun Kantor Staf Presiden (KSP).
"Kami belajar dari kasus drg Romi. Kami ingin kasus ini diselesaikan dengan cepat oleh pemerintah."
"Jangan berlarut-larut sampai ke proses di pengadilan."
"Ada batas waktu hingga awal Agustus, kami ingin melihat iktikad dari BPK ketika sudah difasilitasi oleh berbagai lembaga negara," jelas Indira Suryani.

Indira Suryani berharap mendapat dukungan penuh dari DPRD Sumbar untuk kemudian mengadvokasi kasus hingga ke tingkat nasional.
Ia merasa prihatin, baru saja kasus Drg Romi selesai pada tahun 2019, ketika berlanjut ke tahun 2020 Sumbar masih bermasalah soal paradigma disabilitas.
Dalam hal ini, ia melihat BPK belum punya paradigma yang baik tentang hak-hak disabilitas.
"Ini yang perlu dikuatkan bahwa melihat seorang disabilitas harus paham betul UU No 8 tahun 2016."

"Kami mengajak sekaligus menyentil BPK untuk secepatnya memberikan hak Alde," tegas Indira Suryani.
Menurut Indira Suryani, apa yang dilakukan telah melanggar undang-undang hak asasi manusia, karena disabilitas termasuk kelompok rentan yang harus dilindungi di tingkat nasional maupun internasional.
Dikatakan Indira Suryani, tidak ada alasan lagi untuk tidak menghargai hak-hak disabilitas.
"Kalau negara tidak menberi ruang yang cukup bagi disabilitas untuk berkarya dan bekerja di instansi pemerintahan, apalagi swasta?"
"Pemerintah harus menjadi contoh tauladan yang baik bagaimana melindungi disabilitas," tutur Indira Suryani. (*)