Hal tersebut disampaikan secara eksklusif oleh Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB, Alex Denni kepada CNBC Indonesia.
"ASN tidak punya salary range, harus kita buat salary range. Salary range yang pasti harus wajar dan kompetitif," jelasnya.
Menurut Alex, besaran gaji PNS idealnya paling tidak merujuk pada Upah Minimum Provinsi (UMP). Kemudian juga perubahan gaji bukan hanya pada tingkat karyawan/pegawai, namun juga jabatan pimpinan tinggi.
"Sekarang anti bicara di percentage berapa UMP yang kita mau. Jabatan pimpinan tinggi seperti Eselon I, Eselon II juga kita harus punya benchmarknya," jelasnya.
"Karena kita ingin meng-attract talenta-talenta terbaik untuk mau bergabung sebagai ASN. Jadi, bukan hanya gaji, kita bicara insentif," ujarnya lagi.
Pasalnya, kata Alex, meskipun saat ini tunjangan kinerja (tukin) diberikan, hal itu tidak juga berhasil meningkatkan produktivitas ASN.
Dari skema gaji dan insentif yang sedang dirancang ini, kata Alex tidak menutup kemungkinan nominalnya akan lebih besar dari nominal yang ada saat ini.
Pemberian insentif ini pun, kata Alex akan disesuaikan sesuai dengan performa kinerja masing-masing ASN.
"Insentif ini akan kami quick jadi insentif kinerja. Kalau orangnya gak perform, ya tidak dapat. Kalau perform baik akan dapat lebih banyak," ujarnya.
"Tren ke depan benefit itu fleksibel, yang milenial kan ingin memilih sendiri benefit yang sesuai kebutuhannya. Kami juga harus siap ke sana," jelas Alex lagi.
Saat ini rencana skema gaji dan insentif PNS yang baru masih didiskusikan dengan Kementerian Keuangan. Alex pun belum bisa memastikan kapan skema gaji dan insentif PNS yang baru ini bisa diimplementasikan.
"Kami sedang rembukan dengan teman-teman di Kemenkeu, paling tidak kita tahu kuenya ini mengukurnya dari mana," jelasnya.
"Sehingga kami di Kemen PANRB sebagai 'HR Director' bisa membagi kue itu untuk yang fix, variable, untuk benefit, untuk learning, porsinya seperti apa yang ideal."